Selasa, 22 Maret 2011

Tulisan yang Mengingatkan Pada Murabbi Pertama

Mula hati bicara dengan kata, terasa meiyakan. Lalu pikirku menghias tulisan tentangku, apa-mengapa. Hinggap ku mengerti, bahwa ahang perjalanan bersama sekelilingku. Tak perlu sedu sedan itu. Tidak pula kau mendekatiku. Aku tak tau perlu. Aku malu, padaku sendiri. Kemudian pilihku itu. Sepi, sendiri, melawan hari. Merasuk pada semangat jiwa. Rasakan oleh hati. Dan itupun bergerak, membara denganku. Namun sampai ku tahu, ruh perjuangan belum kudapatkan. Tentang perlawan diri menghadap hidup atau menunggu mati. Dengan harap berseri-seri. Jaya duniaku ini. Mulia inginku. Walau kecut-takut, resah-gelisah menjadi bagian pembawaanku. Sampai yakinku berkata tentang perubahannku. Seperti apa-cara. Ku mencari tahu. Bersama kawanku termasuk kau setiaku. Yang menemaniku dengan senyuman. Semangat kan teriak. Tentang menunjukan. Bahwa kau, aku, dan kawan lain ada. Dalam suatu cerita perjalanan. Juga dengan tulisan yang kita buat. Tak lain untuk sejarah. Kehidupan setelah kematian.

Lanjut ceritaku. Hirup udara baru. Salam semangat pagi. Berkekuatan sampai terangnya siang. Namun sore tak bersahabat denganku. Hinggap ku terjatuh, mati tertidur. Mengapa-seperti itu. Aku tak tahu. Pusing kepalaku lalu berhenti sejenak. Lemas sekali perasaanku ini. Tentang yang harus dilakukan. Dalam keadaan yang tidak mengenakkan. Terusku tafakuri walau puyeng menemani. Paksaku tak enak rasaku, namun pikirku harus mencari lagi. Terus mencari. Suatu ketenangan dahulu. Agar gerakku pulih. Dan percaya diri berjalan. Juga apapun itu namanya. Pahamkan sampai ku bangun dalam diri. Juang tiada henti. Oleh karena memang ternyata, takdir tak henti ujian, cobaan, atau lain kata lain darinya. Dengan gambaran fluktuasi, imanku turun-naik. Seperti mendaki gunung lewati lembah. Ku berjalan, kadang terbang tanpa melewati lembah. Ini ketika ku menikmati suatu kelezatan. Yangku rasakan sendiri. Dan kupercaya kawanku-pun pernah dalam keadaan ini. Bahkan mungkin sedang membara sekarang. Ya bisa jadi.

Usai ceritaku. Tentangku lewat kata-kataku. Tak jauh seperti manusia selainku. Pikirku tentang bedanya, hanya masalah kadarnya ujian. Termasuk bagaimana diriku dan kawanku menerima dan menjalaninya. Hal yang manusiawi bagiku tentang itu. Dan ku lebih berkeinginan kuat, temukan titik keniscayaan sebelum kematian. Yakinku berhubung dengan Illah. Yang satu. Tak lebih atau tak mungkin tak ada.  Illah untuk titik tolak perubahan. Ya Rabb, harapan terdalam. Menyatu-ku dengan kelembutanMu. Semogaku, ku ridha dan diridhaiNya, InsyaAllah.

Akhir kata tentang ku.  Nyata itu berlaku. Maka dari itu, harusku cepat cari, bagaimana rubahku. Sampai beda pembawaanku. Saat keadaan berhadapan dengan manusia disekelilingku. Illah ya Rabb, Allah tiada lain tuhan selain engkau. Manusia hina ini terasa sakit. Mohon ampun kan dosa yang luar biasa dengan manusia lain. Lain manusia khususku cintai. Tegur ku selalu. Janganku kehilangan War’i (rasa malu). SiksaMu sungguh mengerikan. Ku tak tahan itu. Rabb yang mahatahu tentang ku kan isi dengan doa. Jauhkan ku dari maksiat. Perbuatan sia-sia. Hinggap diri termasuk seorang taubatan nasuha. Bersama saudaraku seiman. Terdekatku, yang paling mencintaiku tadi kukatakan. Jahanam sangat miris untuk didengar, jauhkanlah ya Rabb dariku bersama mereka yang iman. Ampunilah, ampunilah, ampunilah tentang aku. Terimalah diri hina ini, selalu. Sampai hidupku habis juga kematiannku. Mayatku, berilah wangiMu. Ruhku mohon gapai surgaMu. Maaf dari qalbuku yang masih ada sedikit sisa hidup. Subhanallah wal Hamdulillah wala Illahaillallah, Allahhu Akbar. Wallahualam

Tidak ada komentar:

Posting Komentar